Selasa, 28 Januari 2014

Tes dan Diagnosis Untuk Kanker Serviks

Para medis bisa menggunakan beberapa cara untuk mendeteksi kanker serviks yang diderita wanita. Awalnya, untuk pemeriksaan biasa, wanita bisa melakukan screening. Kemudian jika mengalami gejala tertentu, dokter akan menyarankan wanita untuk dites dan mendiagnosis mereka dari hasil pemeriksaan tersebut.

Sementara yang terakhir, jika wanita memang positif terkena kanker serviks, mereka tetap perlu melakukan pemeriksaan untuk mengetahui sejauh mana kanker sudah menyebar. Simak selengkapnya penjelasan tentang tes dan diagnosis untuk kanker serviks selengkapnya seperti yang dilansir dari Mayo Clinic berikut ini.

ScreeningScreening ini adalah salah satu cara menurunkan risiko kematian akibat kanker serviks. Sebab semakin cepat kanker terdeteksi, semakin besar kesempatan untuk bertahan hidup. Screening pada kanker serviks meliputi:
  • Tes Pap. Selama tes ini, dokter mengambil sampel dari serviks wanita kemudian dianalisis apakah ada ketidaknormalan sel di dalamnya.
  • Tes DNA HPV. Untuk wanita berusia 30 tahun ke atas, dokter terkadang juga melakukan tes ini. Tujuannya adalah memastikan apakah wanita terinfeksi HPV atau tidak. Sebab wanita dengan HPV lebih berisiko tinggi terkena kanker serviks.

Diagnosis
Ketika wanita mengalami beberapa gejala dari kanker serviks dan hasil tes Pap menunjukkan adanya sel yang berbahaya, beberapa pemeriksaan perlu dilakukan kembali.
  • Memeriksa leher rahim. Dengan alat bernama colposcopy, dokter akan memeriksa leher rahim untuk memantau kondisi sel yang tidak normal.
  • Mengambil sampel kecil. Jika informasi yang diperoleh dari pemeriksaan colposcopy kurang lengkap, dokter kemudian akan mengambil sampel dari sel di leher rahim.
  • Mengambil sampel besar. Pemeriksaan selanjutnya mengharuskan dokter untuk mengambil sampel dalam jumlah lebih besar. Terkadang mereka menggunakan pisau bedah atau laser untuk mengiris jaringan pada leher rahim.

Stadium
Ketika dokter sudah mendiagnosis bahwa seorang wanita positif terkena kanker serviks, kali ini perlu diadakan tes lagi untuk mengetahui seberapa jauh kanker sudah menyebar. Pemeriksaan berdasarkan stadium kanker meliputi:
  • Tes pencitraan. Beberapa jenis tes pencitraan adalah sinar X, scan CT, MRI, dan PET untuk mengetahui seberapa banyak kanker menyebar di leher rahim.
  • Pemeriksaan di kandung kemih dan rektum. Dokter akan menggunakan alat khusus untuk memeriksa kedua bagian tubuh tersebut.
     
Hasil rontgen kanker serviks 

Stadium pada kanker serviks biasanya diindikasikan dengan angka Romawi. Berikut penjelasannya.
  • Stadium I. Kanker sudah menyerang serviks.
  • Stadium II. Kanker menyerang serviks dan vagina tetapi belum menyebar sampai dinding panggul atau vagina bagian bawah.
  • Stadium III. Kanker mulai menggerogoti serviks, dinding panggul, dan vagina bagian bawah.
  • Stadium IV. Kanker sudah mendekati organ terdekat, seperti kandung kemih atau rektum sampai paru-paru, hati, dan tulang.
Itulah penjelasan mengenai tes dan diagnosis untuk kanker serviks. Jangan ragu melakukan pemeriksaan demi mendapatkan penanganan secara tepat dan maksimal
sumber : http://www.merdeka.com

Diagnosa, Gejala dan Cara Pencegahan TBC



TBC Paru - Paru

Paru - Paru TBC atau TBC Paru-paru  adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini paling sering menyerang paru-paru walaupun pada sepertiga kasus menyerang organ tubuh lain dan ditularkan orang ke orang. Ini juga salah satu penyakit tertua yang diketahui menyerang manusia.

Di Indonesia setiap tahunnya bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC paru-paru dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC paru-paru. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC paru-paru di dunia.

Survei prevalensi TBC paru-paru yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC paru-paru di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC paru-paru pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
 
Diagnosa TBC dapat dilakukan  melalui pengkajian dari gejala klinis, pemeriksaan fisik, gambaran radiologi atau Rontgen Paru  dan pemeriksaan laboratorium klinis maupun bakteriologis.

Gejala klinis yang sering ditemui pada tuberculosis paru adalah batuk yang tidak spesifik  tetapi progresif.
Pada pemeriksaan fisik kadang kita dapat menemukan suara yang khas tergantung seberapa luas dan dan seberapa jauh kerusakan jaringan paru yang terjadi.

Pemeriksaan Rontgen dapat menunjukkan gambaran yang bermacam macam dan tidak dapat dijadikan gambaran diagnostik yang absolut dari Tuberculosis Paru.

 Pada pemeriksaan laboratorium, peningkatan  Laju Endap Darah dapat menunjukan  proses yang sedang aktif ,tapi laju endap darah yang normal bukan berarti menyingkirkan adanya proses Tuberculosis.

 Penemuan adanya BTA pada Dahak , bilasan bronkus ,bilasan lambung ,cairan pleura atau jaringan paru adalah sangat penting untuk mendiagnosa TBC Paru.
Sering dianjurkan untuk pemeriksaan dahak sebanyak 3 kali  untuk dahak yang diambil pada pagi hari.

Gejala penyakit TBC terbagi menjadi dua, yaitu gejala umum dan gejala khusus. Gejala umum secara klinis tidak memiliki ciri khas, sehingga cukup sulit untuk melakukan diagnosis secara klinik

Gejala umum

  •  Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari  disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
  • Penurunan nafsu makan dan berat badan.
  • Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
  • Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

Gejala khusus
  • Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
  • Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
  • Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
  • Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
 Pencegahan TBC merupakan salah satu langkah penting bila kita ingin terhindar dari penyakit tersebut.




Tips berikut berguna untuk mencegah Penularan penyakit TBC:
1. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin
2. Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan (air sabun)
3. Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan
4. Menghindari udara dingin
5. Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke dalam tempat tidur
6. Menjemur kasur, bantal,dan tempat tidur terutama pagi hari
7. Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain
8. Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein
 sumber : http://pojokhidupsehat.blogspot.com 

Sabtu, 25 Januari 2014

Radiasi oh Radiasi…Gaib Tak Kasat Mata!

Tak terbayangkan berapa banyak radiasi yang ada di sekeliling kita, tanpa disadaripun kita turut sebagai penyumbang radiasi, hemm . . manusia sumber radiasikah ? tidak tentunya, segala macam gadget yang selalu menjadi teman kesayangan kita ternyata dalam jangka panjang dapat menjadi musuh utama kita apabila digunakan secara berlebihan.

Teman radiasi yang sangat dekat ialah handphone, alat komunikasi semua kalangan. Bahkan anak-anakpun sudah mahir menggunakannya. Pada saat kita menerima atau melakukan sms/telpon handphone akan memancarkan gelombang elektromagnetik agar dapat berkomunikasi dengan pemancar operator terdekat. Dalam jumlah kecil radiasi ini tidak berbahaya bagi manusia, tetapi dalam jumlah yang besar akan sangat membahayakan bagi kesehatan manusia.


Besarnya radiasi handphone dinyatakan dengan SAR (Specific absorption rate). SAR adalah nilai maksimum radiasi yang diserap oleh tubuh per satuan berat). FCC (salah satu lembaga di AS) menentukan besarnya SAR untuk handphone adalah maksimal sebesar 1,6 W/kg. Negara-negara di Eropa (European Union) menetapkan besarnya SAR maksimal adalah sebesar 2 W/kg.

Penelitian WHO tentang resiko kanker otak yang ditimbulkan oleh radiasi handphone menunjukkan bahwa radisi yang ditimbulkan tidak terlalu besar untuk dikhawatirkan. Namun penelitian baru yang dilakukan oleh India malah sebaliknya. Prof.Kurish Kumar sang peneliti menyebutkan adanya ancaman kanker untuk remaja dan anak-anak karena radiasi handphone ini, dia juga mengatakan bahaya radiasi juga terdapat disekitar menara Base Transceiver Station (BTS). Berikut kutipannya “Satu BTS bisa memancarkan daya 50-100Watt. Negara yang punya banyak operator selular seperti india bisa terpapar daya hingga 200-400Watt. Radiasinya tidak bisa dianggap remeh, bisa sangat mematikan”. Bagaimana dengan Indonesia ? Bukankah operator selularnya begitu banyak ?


Dari pernyataan diatas, berikut dampak radiasi handphone dan menara BTS tersebut :

1. Resiko kanker otak pada anak-anak dan remaja meningkat 400% akibat penggunaan ponsel. Makin muda umur pengguna ponsel, makin besar resiko yang didapat.

2. Pada orang dewasa penggunaan ponsel 30menit/hari selama 10 tahun dapat meningkatkan resiko kanker dan acoustic neuroma (sejenis tumor yang menyebabkan tuli).

3. Radiasi ponsel juga dapat menurunkan produksi sperma laki-laki sampai 30%.

4. Frekuensi radio pada ponsel juga menyebabkan perubahan DNA pada tubuh dan melepas radikal bebas. Radikal bebas bersifat karsinogenik atau pemicu kanker.

5. Medan elekromagnetik disekitar menara BTS dapat mengurangi sistem kekebalan tubuh, akibatnya tubuh mengalami reaksi alergi seperti ruam dan gatal-gatal.

6. Akibat pemakaian ponsel yang berlebihan , frekuensi radio yang digunakan (900 MHz, 1800 MHz and 2450 MHz) dapat meningkatkan temperatur di lapisan mata sehingga memicu kerusakan kornea.

7. Risiko kelenjar air ludah meningkat akibat penggunaan ponsel secara berlebihan.

8. Medan magnetik di sekitar ponsel yang menyala bisa memicu kerusakan sistem syaraf yang berdampak pada gangguan tidur. Dalam jangka panjang kerusakan itu dapat mempercepat kepikunan.

9. Medan elektromagnetik di sekitar BTS juga berdampak pada lingkungan hidup. Burung dan lebah juga mengalami disorientasi atau kehilangan arah sehingga mudah stress karena tidak bisa menemukan jalan pulang ke sarang mereka.


Masih banyak bahaya radiasi handphone yang “mungkin” saja sudah diketahui kita bersama tapi masih sangat sulit sekali memisahkan handphone dari kehidupan masyarakat. Saat ini sudah 3 miliar orang memakai handphone diseluruh dunia (dan masih akan terus bertambah), bayangkan radiasi yang ditimbulkan dari setiap handphone tersebut apabila digabungkan. Bahkan angka ini lebih besar daripada pengguna rokok. Seperti telah diketahui pengguna rokok meninggal 5 juta orang setiap tahunnya. Bagaimana dengan penggunaan handphone ? kita bisa lihat dalam jangka waktu ke depan.


Saat ini badan lingkungan eropa telah mendorong untuk studi lebih lanjut. Badan independen ini mengungkapkan bahaya ponsel lebih berbahaya dari asbak, merokok, dan bensin timbal. Kepala sebuah penelitian kanker terkemuka di University of Pittsburgh mengirim memo kepada seluruh karyawan mendesak mereka untuk membatasi penggunaan telepon seluler karena kemungkinan resiko kanker.


Sangat sulit memang melepaskan “teman setia” dalam hidup kita, tapi kalo itu sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Wajib dipikirkan lagi ya kawan. Toh, tidak dapat dipungkiri kalau handphone sangat menunjang komunikasi kita dengan orang-orang sekitar, maka dari itu, ada beberapa tips dari Ann Louise Gittleman, PhD, penulis buku bestseller versi harian New York Times, Zapped untuk meminimalisasi radiasi ponsel :

1. Aktifkan speaker

Menggunakan speaker saat berbicara akan mengurangi energi dan tingkat kekuatan radiasi handphone. Semakin jauh dari antena handphone maka semakin sedikit radiasinya. Kabel headset pada banyak ponsel juga bisa digunakan untuk antena, sehingga penggunaan headsetpun tidak bisa meminimalkan radiasi handphone.

2. Lebih baik SMS-an saja

SMS mengurangi paparan radiasi, karena terhindar dari kepala dan tubuh kita, tapi jangan memangku handphone tsb. Karena pada kaum lelaki bisa merusak vitalitas dan motilitas, volume sperma akan meningkat, sehingga tak akan baik pengaruhnya untuk rahim.

3. Pilih profile OFFLINE mode

Saat tidak digunakan usahakan handphone dimatikan, atau paling tidak pilih offline mode, standalone, atau flightmode yang akan mematikan transmitternya.

4. Gunakan bergantian antara kuping kanan dan kiri

Pada saat menelepon jangan terpaku dengan satu pendengaran saja, harus diimbangkan antara kuping kanan dan kiri, secara bergantian. Hal ini bisa membatasi paparan pada satu sisi kepala saja, yang sering dikaitkan dengan meningkatnya risiko tumor otak dan kanker kelenjar ludah pada telinga yang sering digunakan untuk mendengarkan ponsel.

5. Hindari ruang sempit

Karena akan menyebabkan radiasi terpusat pada ruangan tersebut.

6. Perhatikan sinyalnya

Jangan menggunakan ponsel ketika sinyalnya lemah, atau ketika Anda sedang berkendara di dalam mobil yang melaju sangat cepat (kereta api juga termasuk). Pada saat sinyal lemahpun usahakan tidak untuk menerima telepon, karena handphone akan sangat bekerja keras untuk mencari sinyal, dan ini meningkatkan gelombang radiasi dari handphone.

Semoga Bermanfaat


SUMBER :