Sabtu, 08 Februari 2014

Kanker lambung, Gejala, Penyebab dan Pencegahan Dini

Kanker lambung, Gejala, Penyebab dan Pencegahan Dini <<>> Pernah tidak teman-teman mendengar tentang kanker lambung ? Lambung adalah alat pencernaan berotot yang berbentuk seperti kantong. Bagian dalam dinding lambung berlipat-lipat. Bagian ini berguna untuk mengaduk makanan yang berasal dari kerongkongan. Dinding lambung juga menghasilkan asam klorida. Asam klorida atau asam lambung berguna untuk membunuh kuman-kuman yang masuk bersama makanan. Selain itu, di dalam lambung terdapat enzim pepsin dan renin. Enzim renin berfungsi mengendapkan protein susu menjadi kasein. Enzim pepsin berguna untuk mengubah protein menjadi asam amino. Di dalam lambung ini terjadi pencernaan secara mekanik dan kimiawi. Kanker lambung adalah tumor ganas yang terjadi pada lambung.
 Penyebab dan Terjadinya
Penyebab kanker lambung sampai sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi bukti bukti menunjukkan bahwa lingkungan ,mungkin makanan,memegang peranan dalam hal ini.Dugaan belakangan ini menghubungkan kanker lambung dengan makan banyak makanan yang diawetkan dengan diasini,diasap atau diasamkan .Faktor factor tertentu lainnya,seperti anemia megaloblastik, gastrektomi parsial, rupanya memperbesar resiko tertkena kanker ini.

Kanker lambung jarang timbul pada orang yang berusia di bawah 40 tahun dan lebih banyak menyerang pria daripada wanita. Bila dilihat secara geografis,ada perbedaan mencolok antara angka statistic kasus kanker ini;di Jepang terdapat 80 sampai 90 orang dari tiap 100.000 penduduk yang terkena kanker lambung,sedangkan di Amerika serikat hanya 10 orang dari 100.000 per tahun.

Gejala

  • Tumor umumnya tidak menimbulkan gejala hingga penyakit sudah menginjak stadium lanjut.
  • Bila timbul gejala, yang paling umum adalah penurunan berat badan, sakit perut, mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan perasaan penuh di perut.
  • Gejala yang kurang umum termasuk kesulitan menelan, tinja hitam, massa perut terlihat, dan cairan di dalam perut (disebut ascites).

Faktor Risiko

  • Infeksi Helicobacter pylori:Iinfeksi kronis bakteri Helicobacter pylori (bakteri yang sama yang menyebabkan ulkus peptikum atau tukak lambung) merupakan faktor risiko yang kuat terkena kanker lambung. Beberapa studi menunjukkan bahwa bakteri ini mungkin bertanggung jawab untuk 90 persen kanker lambung.
  • Umur: Penyakit ini jarang terjadi sebelum usia 40 tahun, tapi insiden penyakit ini meningkat terus setelahnya.
  • Genetika: Riwayat keluarga positif dan golongan darah A berhubungan dengan peningkatan risiko. Tidak jelas apakah ada gen tertentu yang meningkatkan atau mengurangi risiko.
  • Jenis Kelamin: Pria memiliki risiko dua kali lipat, dibandingkan dengan wanita.
  • Diet: Asupan makanan tinggi dari makanan asin, asap, dan acar diketahui meningkatkan risiko. Asupan tinggi buah dan sayuran menurunkan risiko.
  • Penggunaan alkohol dan rokok: Penggunaan alkohol dan rokok diperkirakan meningkatkan risiko, tapi belum ada bukti yang meyakinkan untuk peran mereka.
  • Penyakit lambung: Riwayat gastritis kronis, anemia pernisiosa, atau gastrektomi parsial meningkatkan risiko.

Diagnosa

  • Riwayat menyeluruh dan pemeriksaan fisik adalah langkah pertama dari evaluasi terhadap kanker lambung.
  • Tes terbaik untuk diagnosis adalah endoskopi dengan biopsi. Setelah pemberian anestesi, kabel serat optik kecil perlahan-lahan diturunkan ke dalam tenggorokan menuju perut. Hal ini memungkinkan untuk visualisasi langsung dari dinding perut dan biopsi dari tumor yang dicurigai.
  • Tes yang umum digunakan, disebut upper GI series dengan menelan barium, melibatkan serangkaian sinar-X untuk mengevaluasi perut dan usus bagian atas. Sebelum tes, pasien harus meminum sejumlah kecil agen kontras untuk meningkatkan akurasi X-ray.
  • Dalam beberapa kasus, CT scan atau pengujian lainnya mungkin diperlukan.

  Mendiagnosa Kanker Lambung ENDOSKOPI

 Terapi

  • Pembedahan untuk mengangkat tumor sangat penting untuk penyembuhan. Pada tahap awal penyakit ini, operasi memiliki tingkat keberhasilan yang baik. Sayangnya, kebanyakan tumor didiagnosis sudah stadium lanjut dan tidak dapat sepenuhnya diangkat. Dalam beberapa kasus, sebagian perut akan diangkat (gastrektomi parsial). Di kasus lain, seluruh perut harus diangkat (gastrektomi). Lainnya, organ terdekat juga harus diangkat.
  • Kemoterapi atau radiasi dapat digunakan pada pasien dengan gejala berat, tetapi hal itu tidak akan menyembuhkan penyakit.
Pencegahan Dini Untuk Kanker Lambung
Kanker menjadi penyakit yang jamak didengar saat ini. Salah satuynya kanker lambung atau gastric cancer yang menyerang orang pada usia 50-60 tahun dengan perbandingan antara pria dan wanita 3:1.

Kanker lambung disebabkan oleh dua hal,karena faktor keturunan dan pola hidup yang tidak sehat seperti ,stress,serta mengkonsumsi mengkonsumsi makanan yang diawetkan dan tidak sadar bahwa makanan tersebut dapat berjamur dalam jangka waktu yang lama.

Untuk orang yang riwayat keluarganya menderita penyakit lambung atau kanker lambung,disarankan untuk medical chek up secara rutin. Atrophic gastritis,polip di lambung dan penyakit kronis lambung menjadi hal yang patut diwaspadai karena itu merupakan tanda awal perubahan kanker. Jadi yang sudah mengetahui pola hidupnya tidak sehat , sebaiknya mulai rutin mengkonsumsi makanan dengan gisi berimbang serta berusaha meminimalkan stress. Salah satu sifat penyakit ini adalah mudah menyebar dan kambuh kembali.Untuk itu,pencegahan dini dengan diagnosa sedini mungkin menjadi langkah yang tepat untuk mencegah penyebaran sel kanker.

Pada stadium awal,gejala kanker lambung adalah perut bagian atas tidak sehat,sakit perut,tidak ada selera makan,mual,muntah. Sementara gejala dari kanker lambung stadium akhir adalah berat badan menurun, anemia dan pendarahan.

Diagnosa untuk kanker lambung diantaranya dengan USG,CT-scan untuk melihat area penyebaran ke organ lain, pemeriksaan darah dengan tumor marker seperti CEA,FSA,dan GCA.
Adapula diagnosa lain seperti fiber endoscopy yang dibarengi dengan pemeriksaan biopsi, yang dapat mendiagnosa kanker lambung.

Dokter akan mempertimbangkan penyakit ini berdasarkan posisi letak tumor.pathology jenis tumor,pembagian stadium, dan kondisi stamina pasien  untuk memutuskan rencana pengobatan. Metode pengobatan yang biasa dipakai untuk membantu mengatasi kanker lambung adalah dengan operasi dan kemoterapi. Operasi bisa diterapkan apabila pasien bisa memiliki daya tahan yang baik terhadap efek operasi,umumnya untuk penderita di stadium awal atau sedang.

Untuk mengatasi kanker lambung, yang mutlak dilakukan adalah pencegahan dan diagnosa dini,menerapkan metode pengobatan gabungan ilmiah,serta tak lupa usaha dari dokter dan pasien.
 
 
Semoga kita dalam hidup terhindar dari kanker lambung, amiin. Semoga postingan ini yang berjudul Kanker lambung, Gejala, Penyebab dan Pencegahan Dini berguna untuk kamu dalam hal menambah pengetahuan. Terima kasih telah mengunjungi blog ini.

EFUSI PLEURA





Gambar yang memuat keterangan merupakan gambaran thoraks normal PA view dan Lateral view.






Definisi
 Suatu keadaan di mana terdapatnya cairan yang berlebih jumlahnya di dalam cavum pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan reabsorbsi (penyerapan ) cairan pleura.
 Adanya cairan di cavum pleura yang volumenya > normal (vol. normal: 5-15 cc).
 Cairan dalam jumlah yang berlebih dapat mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru selama inhalasi.
 Dalam keadaan normal rongga pleura berisi sedikit cairan untuk sekedar melicinkan permukaan pleura parietalis dan visceralis yang saling bergerak karena pernapasan.
 Cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura parieatalis yang bertekanan tinggi dan diserap oleh sirkulasi di pleura visceralis yang bertekanan rendah. Dan diserap juga oleh kelenjar limfe dalam pleura parietalis dan pleura visceralis.

Etiologi
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediastinum, sindroma meig’s (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
1) Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
2) Penurunan tekanan osmotic koloid darah
3) Peningkatan tekanan negative intrapleural
4) Adanya inflamasi atau neoplastik pleura.

Patofisiologi
 Di dalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
 Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung).
 Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.

Manifestasi klinis
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosis), banyak keringat, batuk.
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
5. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

Pemeriksaan penunjang
Untuk membantu memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan berikut:


• Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.

 CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor .

 USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
 Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan di antara sela iga ke dalam rongga dada di bawah pengaruh pembiusan lokal).
 Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, di mana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
 Analisa cairan pleura
 Bronkoskopi

Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.

Penatalaksanaan
1. Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (seperti gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
2. Torakosentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan analisis, dan untuk menghilangkan dispneu.
3. Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari atau minggu, torakosentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevakuasi ruang pleura dan pengembangan paru.
4. Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan ke dalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
5. Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.
6. Antibiotik bila karena infeksi bakterial.

Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus yang tidak tajam.

Ultrasonografi lebih sensitif dalam menegakkan adanya efusi pleura dibandingkan foto toraks. USG mampu mendeteksi adanya cairan efusi meskipun hanya 3–5 cc, sementara foto toraks memerlukan minimal 50 cc.

Kenali Clubfoot atau CTEV Pada Anak


clubfoot.jpg club foot image by hartz18
  • Clubfoot adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan deformitas umum dimana kaki berubah dari posisi yang normal.
  • Congenital Talipes Equino-varus (CTEV) atau biasa disebut Clubfoot merupakan deformitas yang umum terjadi pada anak-anak,
  • Clubfoot  sering disebut juga CTEV (Congeintal Talipes Equino Varus) adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Priciples of Surgery, Schwartz). Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot), menunjukkan suatu kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya berjalan pada ankle-nya. Sedang Equinovarus berasal dari kata equino (meng.kuda) + varus (bengkok ke arah dalam/medial).
  • Sampai saat ini masih banyak  perdebatan dalam etiopatologi CTEV.
  • Patogenesisnya bersifat multifaktorial. Banyak teori telah diajukan sebagai penyebab deformitas ini, termasuk faktor genetic, defek sel germinativum primer, anomali vascular, faktor jaringan lunak, faktor intrauterine dan faktor miogenik. Telah diketahui bahwa kebanyakan anak dengan CTEV memiliki atrofi otot betis, yang tidak hilang setelah terapi, karenanya mungkin terdapat hubungan antara patologi otot dan deformitas ini.
  • CTEV adalah salah satu anomali ortopedik kongenital yang paling sering terjadi seperti dideskripsikan oleh Hippocrates pada tahun 400 SM, dengan gambaran klinis tumit yang bergeser kebagian dalam dan kebawah, forefoot juga berputar kedalam. Tanpa terapi, pasien dengan clubfoot akan berjalan dengan bagian luar kakinya, yang mungkin menimbulkan nyeri dan atau disabilitas. Meskipun begitu, hal ini masih menjadi tantangan bagi keterampilan para ahli bedah ortopedik anak akibat adanya kecenderungan kelainan ini menjadi relaps, tanpa memperdulikan apakah kelainan tersebut diterapi secara operatif maupun konservatif. Salah satu alasan terjadinya relaps antara lain adalah kegagalan ahli bedah dalam mengenali kelainan patoanatomi yang mendasarinya. clubfoot seringkali secara otomatis diangggap sebagai deformitas equinovarus, namun ternyata terdapat permutasi dan kombinasi lainnya, seperti Calcaneovalgus,, Equinovalgus dan Calcaneovarus yang mungkin saja terjadi.
  • CTEV merupakan kelainan kongenital kaki yang paling penting karena mudah mendiagnosisnya tetapi sulit mengkoreksinya secara sempurna, meskipun oleh ortopedis yang berpengalaman. Derajat beratnya deformitas dapat ringan, sedang atau berat, tergantung fleksibilitas atau adanya resistensi terhadap koreksi. CTEV harus dibedakan dengan postural clubfoot atau posisional equinovarus dimana pada CTEV bersifat rigid, menimbulkan deformitas yang menetap bila tidak dikoreksi segera.
  • Penatalaksanaan CTEV bertujuan untuk mencegah terjadinya disabilitas sehingga penderita dapat melakukan aktifitas secara normal baik ketika anak-anak maupun setelah tumbuh dewasa. Penatalaksanaan CTEV harus dapat dilakukan sedini mungkin, minimal pada beberapa hari setelah lahir, meliputi koreksi pasif, mempertahankan koreksi untuk jangka panjang dan pengawasan sampai akhir pertumbuhan anak. Pada beberapa kasus diperlukan tindakan pembedahan. Penatalaksanaan rehabilitasi medis pada penderita CTEV sangat penting dalam hal mencegah terjadinya disabilitas secara dini maupun setelah dilakukan tindakan koreksi secara operatif.3
  • Beberapa dari deformitas kaki termasuk deformitas ankle disebut dengan talipes yang berasal dari kata talus (yang artinya ankle) dan pes (yang berarti kaki). Deformitas kaki dan ankle dipilah tergantung dari posisi kelainan ankle dan kaki.
  • Deformitas talipes diantaranya :
    - Talipes varus : inversi atau membengkok ke dalam
    - Talipes valgus : eversi atau membengkok ke luar
    - Talipes equinus : plantar fleksi dimana jari-jari lebih rendanh daripada tumit
    - Talipes calcaneus : dorsofleksi dimana jari-jari lebih tinggi daripada tumit
  • Club Foot terjadi kelainan berupa :
    Fore Foot Adduction (kaki depan mengalami adduksi dan supinasi)
    Hind Foot Varus (tumit terinversi)
    Equinus ankle (pergelangan kaki dalam keadaan equinus = dalam keadaan plantar fleksi)
  • Clubfeet yang terbanyak merupakan kombinasi dari beberapa posisi dan angka kejadian yang paling tinggi adalah tipe talipes equinovarus (TEV) dimana kaki posisinya melengkung kebawah dan kedalam dengan berbagai tingkat keparahan. Unilateral clubfoot lebih umum terjadi dibandingkan tipe bilateral dan dapat terjadi sebagai kelainan yang berhubungan dengan sindroma lain seperti aberasi kromosomal, artrogriposis (imobilitas umum dari persendian), cerebral palsy atau spina bifida.
  • Frekuensi clubfoot dari populasi umum adalah 1 : 700 sampai 1 : 1000 kelahiran hidup dimana anak laki-laki dua kali lebih sering daripada perempuan. Insidensinya berkisar dari 0,39 per 1000 populasi Cina sampai 6,8 per 1000 diantara orang.  Berdasarkan data, 35% terjadi pada kembar monozigot dan hanya 3% pada kembar dizigot. Ini menunjukkan adanya peranan faktor genetika. 
Penyebab
Penyebab utama CTEV tidak diketahui. Adanya berbagai macam teori penyebab terjadinnya CTEV menggambarkan betapa sulitnya membedakan antara CTEV primer dengan CTEV sekunder karena suatu proses adaptasi.
Beberapa teori mengenai penyebab terjadinya CTEV:
  •  Teori kromosomal, antara lain defek dari sel germinativum yang tidak dibuahi dan muncul sebelum fertilisasi.
  • Teori embrionik, antara lain defek primer yang terjadi pada sel germinativum yang dibuahi (dikutip dari Irani dan Sherman) yang mengimplikasikan defek terjadi antara masa konsepsi dan minggu ke-12 kehamilan.
  • Teori otogenik, yaitu teori perkembangan yang terhambat, antara lain hambatan temporer dari perkembangan yang terjadi pada atau sekitar minggu ke-7 sampai ke-8 gestasi. Pada masa ini terjadi suatu deformitas clubfoot yang jelas, namun bila hambatan ini terjadi setelah minggu ke-9, terjadilah deformitas clubfoot yang ringan hingga sedang. Teori hambatan perkembangan ini dihubungkan dengan perubahan pada faktor genetic yang dikenal sebagai “Cronon”. “Cronon” ini memandu waktu yang tepat dari modifikasi progresif setiap struktur tubuh semasa perkembangannya. Karenanya, clubfoot terjadi karena elemen disruptif (lokal maupun umum) yang menyebabkan perubahan faktor genetic (cronon).
  • Teori fetus, yakni blok mekanik pada perkembangan akibat intrauterine crowding.
  • Teori neurogenik, yakni defek primer pada jaringan neurogenik.
  • Teori amiogenik, bahwa defek primer terjadi di otot.

Manifestasi klinis

  • Gejala klinis dapat ditelusuri melalui riwayat keluarga yang menderita clubfoot atau kelainan neuromuskuler, dan dengan melakukan pemeriksaan secara keseluruhan untuk mengidentifikasi adanya abnormalitas.
  • Pemeriksaan dilakukan dengan posisi prone, dengan bagian plantar yang terlihat, dan supine untuk mengevaluasi rotasi internal dan varus. Jika anak dapat berdiri , pastikan kaki pada posisi plantigrade, dan ketika tumit sedang menumpu, apakah pada posisi varus, valgus atau netral.
  • Deformitas serupa terlihat pada myelomeningocele and arthrogryposis. Oleh sebab itu agar selalu memeriksa gejala-gejala yang berhubungan dengan kondisi-kondisi tersebut. Ankle equinus dan kaki supinasi (varus) dan adduksi (normalnya kaki bayi dapat dorso fleksi dan eversi, sehingga kaki dapat menyentuh bagian anterior dari tibia). Dorso fleksi melebihi 90° tidak memungkinkan.
Diagnosis
  • Kelainan ini mudah didiagnosis, dan biasanya terlihat nyata pada waktu lahir (early diagnosis after birth). Pada bayi yang normal dengan equinovarus postural, kaki dapat mengalami dorsifleksi dan eversi hingga jari-jari kaki menyentuh bagian depan tibia. “Passive manipulation dorsiflexion → Toe touching tibia → normal”.
  • Bentuk dari kaki sangat khas. Kaki bagian depan dan tengah inversi dan adduksi. Ibu jari kaki terlihat relatif memendek. Bagian lateral kaki cembung, bagian medial kaki cekung dengan alur atau cekungan pada bagian medial plantar kaki. Kaki bagian belakang equinus. Tumit tertarik dan mengalami inversi, terdapat lipatan kulit transversal yang dalam pada bagian atas belakang sendi pergelangan kaki. Atrofi otot betis, betis terlihat tipis, tumit terlihat kecil dan sulit dipalpasi. Pada manipulasi akan terasa kaki kaku, kaki depan tidak dapat diabduksikan dan dieversikan, kaki belakang tidak dapat dieversikan dari posisi varus. Kaki yang kaku ini yang membedakan dengan kaki equinovarus paralisis dan postural atau positional karena posisi intra uterin yang dapat dengan mudah dikembalikan ke posisi normal. Luas gerak sendi pergelangan kaki terbatas. Kaki tidak dapat didorsofleksikan ke posisi netral, bila disorsofleksikan akan menyebabkan terjadinya deformitas rocker-bottom dengan posisi tumit equinus dan dorsofleksi pada sendi tarsometatarsal. Maleolus lateralis akan terlambat pada kalkaneus, pada plantar fleksi dan dorsofleksi pergelangan kaki tidak terjadi pergerakan maleoulus lateralis terlihat tipis dan terdapat penonjolan korpus talus pada bagian bawahnya. Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial pada bagian distal anterior tulang kalkaneus. Tulang navicularis mengalami pergeseran medial, plantar dan terlambat pada maleolus medialis, tidak terdapat celah antara maleolus medialis dengan tulang navikularis. Sudut aksis bimaleolar menurun dari normal yaitu 85° menjadi 55° karena adanya perputaran subtalar ke medial.
  • Terdapat ketidakseimbangan otot-otot tungkai bawah yaitu otot-otot tibialis anterior dan posterior lebih kuat serta mengalami kontraktur sedangkan otot-otot peroneal lemah dan memanjang. Otot-otot ekstensor jari kaki normal kekuatannya tetapi otot-otot fleksor jari kaki memendek. Otot triceps surae mempunyai kekuatan yang normal.
  • Tulang belakang harus diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya spina bifida. Sendi lain seperti sendi panggul, lutut, siku dan bahu harus diperiksa untuk melihat adanya subluksasi atau dislokasi. Pmeriksaan penderita harus selengkap mungkin secara sistematis seperti yang dianjurkan oleh R. Siffert yang dia sebut sebagai Orthopaedic checklist untuk menyingkirkan malformasi multiple.
DIAGNOSIS BANDING
  1. Postural clubfoot- disebabkan oleh posisi fetus dalam uterus. Kaki dapat dikoreksi secara manual oleh pemeriksa. Mempunyai respon yang baik dan cepat terhadap serial casting dan jarang akan kambuh kembali
  2. Metatarsus adductus (atau varus)- adalah deformitas pada metatarsal saja. Kaki bagian depan mengarah ke bagian medial dari tubuh. Dapat dikoreksi dengan manipulasi dan mempunyai respon terhadap serial casting.

Prognosis
Asalkan terapi dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar dapat diperbaiki; walupun demikian, keadaan ini sering tidak sembuh sempurna dan sering kambuh, terutama pada bayi dengan kelumpuhan otot yang nyata atau disertai penyakit neuromuskuler. Beberapa kasus menunjukkan respon yang positif terhadap penanganan, sedangkan beberapa kasus lain menunjukkan respon yang lama atau tidak berespon samasekali terhadap treatmen. Orangtua harus diberikan informasi bahwa hasil dari treatmen tidak selalu dapat diprediksi dan tergantung pada tingkat keparahan dari deformitas, umur anak saat intervensi, perkembangan tulang, otot dan syaraf. Fungsi kaki jangka panjang setelah terapi secara umum baik tetapi hasil study menunjukkan bahwa koreksi saat dewasa akan menunjukkan kaki yang 10% lebih kecil dari biasanya
Penanganan
Sekitar 90-95% kasus club foot bisa di-treatment dengan tindakan non-operatif. Penanganan yang dapat dilakukan pada club foot tersebut dapat berupa :

Non-Operative :
  • Pertumbuhan yang cepat selama periode infant memungkinkan untuk penanganan remodelling. Penanganan dimulai saat kelainan didapatkan dan terdiri dari tiga tahapan yaitu : koreksi dari deformitas, mempertahankan koreksi sampai keseimbangan otot normal tercapai, observasi dan follow up untuk mencegah kembalinya deformitas.
  • Koreksi dari CTEV adalah dengan manipulasi dan aplikasi dari serial “cast” yang dimulai dari sejak lahir dan dilanjutkan sampai tujuan koreksi tercapai. Koreksi ini ditunjang juga dengan latihan stretching dari struktur sisi medial kaki dan latihan kontraksi dari struktur yang lemah pada sisi lateral.
  • Manipulasi dan pemakaian “cast” ini diulangi secara teratur (dari beberapa hari sampai 1-2 bulan dengan interval 1-2 bulan) untuk mengakomodir pertumbuhan yang cepat pada periode ini.
  • Jika manipulasi ini tidak efektif, dilakukan koreksi bedah untuk memperbaiki struktur yang berlebihan, memperpanjang atau transplant tendon. Kemudian ektremitas tersebut akan di “cast” sampai tujuan koreksi tercapai. Serial Plastering (manipulasi pemasangan gibs serial yang diganti tiap minggu, selama 6-12 minggu). Setelah itu dialakukan koreksi dengan menggunakan sepatu khusus, sampai anak berumur 16 tahun.
  • Perawatan pada anak dengan koreksi non bedah sama dengan perawatan pada anak dengan anak dengan penggunaan “cast”. Anak memerlukan waktu yang lama pada koreksi ini, sehingga perawatan harus meliputi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Observasi kulit dan sirkulasi merupakan bagian penting pada pemakaian cast. Orangtua juga harus mendapatkan informasi yang cukup tentang diagnosis, penanganan yang lama dan pentingnya penggantian “cast” secara teratur untuk menunjang penyembuhan.
  • Perawatan “cast” (termasuk observasi terhadap komplikasi), dan menganjurkan orangtua untuk memfasilitasi tumbuh kembang normal pada anak walaupun ada batasan karena deformitas atau therapi yang lama.
  • Perawatan “cast” meliputi :
    - Biarkan cast terbuka sampai kering
    - Posisi ektremitas yang dibalut pada posisi elevasi dengan diganjal bantal pada hari pertama atau sesuai  intruksi
    - Observasi ekteremitas untuk melihat adanya bengkak, perubahan warna kulit dan laporkan bila ada perubahan yang abnormal
    - Cek pergerakan dan sensasi pada ektremitas secara teratur, observasi adanya rasa nyeri
    - Batasi aktivitas berat pada hari-hari pertama tetapi anjurkan untuk melatih otot-otot secara ringan, gerakkan sendi diatas dan dibawah cast secara teratur.
    - Istirahat yang lebih banyak pada hari-hari pertama untuk mencegah trauma
    - Jangan biarkan anak memasukkan sesuatu ke dalam cast, jauhkan benda-benda kecil yang bisa dimasukkan ke dalam cast oleh anak
    - Rasa gatal dapat dukurangi dengan ice pack, amati integritas kulit pada tepi cast dan kolaborasikan bila gatal-gatal semakin berat
    - Cast sebaiknya dijauhkan dari dengan air

CAST PADA CTEV (POSENTI TRETMENT)
Traditional manipulation and casting methods fail...

Traditional manipulation and casting methods fail, as they do not allow the free rotation of the calcaneum and the talus


Ilizarov distraction for arthrogrypotic clubfoot.

Ilizarov distraction for arthrogrypotic clubfoot.


Operatif
  • Indikasi dilakukan operasi adalah sebagai berikut :
    • Jika terapi dengan gibs gagal
    • Pada kasus Rigid club foot pada umur 3-9 bulan
  • Operasi dilakaukan dengan melepasakan karingan lunak yang mengalami kontraktur maupun dengan osteotomy. Osteotomy biasanya dilakukan pada kasus club foot yang neglected/ tidak ditangani dengan tepat.
  • Kasus yang resisten paling baik dioperasi pada umur 8 minggu, tindakan ini dimulai dengan pemanjangan tendo Achiles ; kalau masih ada equinus, dilakuakan posterior release dengan memisahkan seluruh lebar kapsul pergelangan kaki posterior, dan kalau perlu, kapsul talokalkaneus. Varus kemudian diperbaiki dengan melakukan release talonavikularis medial dan pemanjangan tendon tibialis posterior.(Ini Menurut BuKu Appley).
  • Pada umur > 5 tahun dilakukan bone procedure osteotomy. Diatas umur 10 tahun atau kalau tulang kaki sudah mature, dilakukan tindakan artrodesis triple yang terdiri atas reseksi dan koreksi letak pada tiga persendian, yaitu : art. talokalkaneus, art. talonavikularis, dan art. kalkaneokuboid.
Komplikasi
  1. Komplikasi dapat terjadi dari terapi konservatif maupun operatif. Pada terapi konservatif mungkin dapat terjadi maslah pada kulit, dekubitus oleh karena gips, dan koreksi yang tidak lengkap. Beberapa komplikasi mungkin didapat selama dan setelah operasi. Masalah luka dapat terjadi setelah operasi dan dikarenakan tekanan dari cast. Ketika kaki telah terkoreksi, koreksi dari deformitas dapat menarik kulit menjadi kencang, sehinggga aliran darah menjadi terganggu. Ini membuat bagian kecil dari kulit menjadi mati. Normalnya dapat sembuh dengan berjalannya waktu, dan jarang memerlukan cangkok kulit.
  2. Infeksi dapat terjadi pada beberapa tindakan operasi. Infeksi dapat terjadi setelah operasi kaki clubfoot. Ini mungkin membutuhkan pembedahan tambahan untuk mengurangi infeksi dan antibiotik untuk mengobati infeksi.
  3. Kaki bayi sangat kecil, strukturnya sangat sulit dilihat. Pembuluh darah dan saraf mungkin saja rusak akibat operasi. Sebagian besar kaki bayi terbentuk oleh tulang rawan. Material ini dapat rusak dan mengakibatkan deformitas dari kaki. Deformitas ini biasanya terkoreksi sendir dengan bertambahnya usia
Clubfoot atau secara luas dikenal sebagai sinonim untuk talipes equinovarus, merupakan deformitas kongenital yang bahkan sebelum jaman hippocrates sudah menarik perhatian dunia medis. Banyak keadaan bisa menyebabkan deformitas clubfoot dengan perubahan struktur serupa abnormalitas ini terbentuk selama masa pertumbuhan capat tulang. Pada saat bayi dilahirkan, deformitas kaki kongenital bisa tampak mirip satu dengan lainnya, apapun etiologinya. Kesalahpahaman menyangkut etiologi, patologi dan efikasi penatalaksanaan telah mengisi berbagai literatur karena kegagalan dalam membedakan bentuk idiopatik dari deformitas yang didapat atau sekunder.
Apapun masalahnya, yang terpenting adalah pengenalan dini penyebab deformitas, sehingga rangkaian penatalaksanaan dapat segera direncanakan dan keluarga penderita memperoleh informasi yang akurat, prognosis yang realistik dan menghindari komplikasi iatrogenik akibat kekeliruan dalam program penatalaksanaan clubfoot. Keluarga penderita harus diberikan edukasi yang sejelas-jelasnya, terutama mengenai kemungkinan terjadinya kekambuhan dan kelainan ini tidak dapat terkoreksi sempurna atau normal, adanya gejala sisa.

 Posteromedial release for clubfoot.

Posteromedial release for clubfoot.

Never forcibly evert or pronate the foot during c...Spontaneous correction of the hind foot varus by ...

Never forcibly evert or pronate the foot during clubfoot casting (A), Spontaneous correction of the hind foot varus by abducting the forefoot and allowing the calcaneum to freely rotate under the talus (B)

Complications of manipulation treatment. Rockerbo...

Komplikasi dari manipulasi dan terapi :  Rockerbottom foot.


End Point :

  • Banyak keadaan bisa menyebabkan deformitas clubfoot dengan perubahan struktur serupa abnormalitas ini terbentuk selama masa pertumbuhan capat tulang. Pada saat bayi dilahirkan, deformitas kaki kongenital bisa tampak mirip satu dengan lainnya, apapun etiologinya.
  • Kesalahpahaman menyangkut etiologi, patologi dan efikasi penatalaksanaan karena kegagalan dalam membedakan bentuk idiopatik dari deformitas yang didapat atau sekunder.
  • Paling utama adalah pengenalan dini penyebab deformitas, sehingga rangkaian penatalaksanaan dapat segera direncanakan dan keluarga penderita memperoleh informasi yang akurat, prognosis yang realistik dan menghindari komplikasi iatrogenik akibat kekeliruan dalam program penatalaksanaan clubfoot.
  • Keluarga penderita harus diberikan edukasi yang sejelas-jelasnya, terutama mengenai kemungkinan terjadinya kekambuhan dan kelainan ini tidak dapat terkoreksi sempurna atau normal, adanya gejala sisa.     sumber : http://childrenclinic.wordpress.com/